Permenaker 2/2022 Dinilai Lebih Banyak Mudaratnya

Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) nomor 2 Tahun 2022 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat Jaminan Hari Tua (JHT) menuai protes dari kalangan buruh. Menurut kaum buruh, ketentuan ini sangat mencederai pekerja apalagi di saat kondisi sulit di tengah pandemi Covid-19.
Namun berbeda pendapat bagi pemerintah dan pendukungnya.
Pakar hukum ketenagakerjaan, Dr Anwar Budiman SH MH mengatakan Permenaker nomor 2/2022 menggantikan Permanker 19/2015. Di dalam Permenaker 2/2022, katanya, dijelaskan JHT bagi pekerja yang mengalami Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) atau mengundurkan diri baru dapat diterima pada saat usia 56 tahun. Sedangkan sebelumnya di dalam Permenaker 19/2015 diberikan kemudahan JHT bagi pekerja yang mengalami PHK atau mengundurkan diri dapat diterima setelah melewati 1 bulan setelah PHK atau mengundurkan diri dari perusahaan.
“Nah, di sinilah permasalahan yang timbul dan membuat buruh merasa dirugikan atau dipersulit untuk menerima haknya,” ujar Anwar yang juga dosen Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Krisnadwipayana, Jakarta dalam keterangannya, Jumat (18/2/2022).
Berdasarkan teori perundang-undangan, kata Anwar, maka Peraturan Menteri merupakan turunan dari Peraturan Pemerintah (PP) dan PP merupakan turunan dari Undang-undang (UU).
“Perlu dijelaskan di sini bahwa di dalam Pasal 26 ayat (3) PP 46/2015 ditetapkan manfaat JHT bagi Peserta yang dikenai pemutusan hubungan kerja atau berhenti bekerja sebelum usia pensiun, dibayarkan pada saat Peserta mencapai usia 56 (lima puluh enam) tahun. Sedangkan Pasal 26 PP 60/2015 tidak lagi mengatur secara pasti tentang kapan JHT dapat diterima oleh pekerja,” sambungnya.
Menurut Anwar, berdasarkan PP 46/2015 dan perubahannya, PP No 60/2015, di tahun 2015, Menaker telah mengeluarkan Permenaker 19/2015 yang memudahkan pekerja dalam mencairkan JHT-nya. “Pastinya peraturan ini telah dikaji dan ditelaah dengan seksama demi sebuah keadilan, dan hal ini tidak bertentangan dengan UU karena lebih baik dan lebih bermanfaat,” cetusnya.
Namun entah apa yang melatarbelakangi pemerintah, lanjut Anwar, sehingga pada akhirnya mengeluarkan Permenaker 2/2022, menggantikan peraturan yang lebih bermanfaat bagi pekerja. “Semestinya ketentuan yang lebih baik dan lebih bermanfaat tidak diganti dengan ketentuan yang menyulitkan atau cenderung merugikan. Dengan kata lain, Permenaker 2/2022 tersebut lebih banyak mudaratnya daripada manfaatnya bagi buruh,” sesalnya.
Bisa saja, kata Anwar, peraturan tersebut dibuat dengan dalih Permenaker 2/2022 tidak bertentangan dengan PP 60/2015 karena di dalam PP tersebut tidak menetapkan secara jelas mengenai usia kapan JHT dapat diterima pekerja.
“Bahkan ditegaskan oleh ‘ibu kandung’-nya, yaitu Pasal 37 ayat (1) UU 40/2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) bahwa manfaat jaminan hari tua berupa uang tunai dibayarkan sekaligus pada saat peserta memasuki usia pensiun, meninggal dunia, atau mengalami cacat total tetap, dimana mengenai usia pensiun telah ditegaskan pada Pasal 15 ayat (1) PP 45/2015 tentang Jaminan Pensiun bahwa untuk pertama kali Usia Pensiun ditetapkan 56 (lima puluh enam) tahun,” paparnya.
Memang, masih kata Anwar, dilihat dari runutan di atas seolah-olah tidak ada pertentangan Permenaker 2/2022 dengan peraturan di atasnya jika dipandang dari sisi kepastian hukum. Padahal, katanya, jika dicermati lebih teliti di dalam penjelasan Pasal 26 ayat (1) PP 60/2015 dinyatakan bahwa yang dimaksud dengan “mencapai usia pensiun” termasuk peserta yang berhenti bekerja.
“Namun perlu dipahami bahwa iuran JHT sebesar 5,7% dari upah pekerja adalah dibayarkan langsung oleh pekerja sebesar 2% dan dari pengusaha sebesar 3,7% di mana sejatinya iuran ini merupakan tabungan pekerja, yang semestinya dapat diambil kembali oleh pekerja jika sudah tidak terikat lagi dengan perusahaan/pengusaha, terkait adanya JHT karena adanya perikatan antara pekerja dan pengusaha,” urainya.
Dengan demikian menurutnya sudah semestinya pemerintah membuat suatu aturan berdasarkan keadilan dan kemanfaatan yang benar-benar dapat dirasakan oleh masyarakat, bukan sekadar kepastian hukum belaka.
Source Berita by :
https://www.beritasatu.com/nasional/892629/permenaker-22022-dinilai-lebih-banyak-mudaratnya/?view=all
Leave a Reply